Saturday, December 17, 2011

Jejak Langkah Sang Raja


Aku seorang raja. Bukan hanya karena aku pewaris sah kerajaan ini saja, bukan pula karena ayahku, mendiang raja Persia, tidak mempunyai pilihan lain. Aku bangga memiliki saudara-saudara yang gagah berani, tangkas, cakap, berwibawa, dan berperawakan tampan. Jadi jika dikatakan aku ini raja karena pilihan, maaf aku bukan raja yang lemah.

Aku membuktikan diriku pantas menjadi raja dengan membawa negara-negara, bangsa-bangsa, serta budak-budak ke pangkuan ayahku. Aku menunjukkan kebijaksanaanku dengan menetapkan peraturan dan hukum diatas kerajaan-kerajaan jajahanku. Kegemaranku di masa mudaku adalah berperang, membuat semua bangsa bertekuk lutut dihadapanku. Ini lah ambisiku: semua bangsa di dunia hidup damai dan sejahtera dibawah hukum Persia yang aku tegakkan.

Setelah bertahun-tahun perjalananku, ribuan peperangan, jutaan korban jiwa para kesatria-kesatria Persia, kerajaan yang bangsaku percayakan ke pundakku telah berkembang. Dari ujung Timur tempat berdiamnya bangsa-bangsa Tamil yang berkulit hitam, hingga ke barat di tanah manusia-manusia berkulit pucat. Persia menjadi satu kerajaan besar.

Meski telah aku lalui tahun-tahun peperangan, kini aku masih bisa mencium pekat bau darah, kadang masih terdengar denting-denting pedang ditelingaku kala sunyi aku dalam peraduanku. Pula, terdengar jerit serta erang kesakitan prajurit-prajuritku. Orang-orang memandangku sebagai manusia yang dingin. Manusia yang kejam, biadab, dan tidak berperasaan. Sesungguhnya, tahun-tahun peperangan berdarah telah mengubah diriku, tapi tidak cita-citaku. Masih aku ingat ada saat aku ingin hentikan semua cita-citaku saat aku melihat korban jiwa berjatuhan. Ada saat dimana aku ingin lari karena remuk hati ini.

Aku bertahan, dan tetap bertahan, meski muak dan mual. Aku berikhtiar, aku tidak akan berhenti sampai cita-citaku terwujud. Memang harga yang kami bayar tidak murah. bahkan terlalu mahal. Meski para penasihatku berkata bahwa nyawa mereka adalah harga yang pantas bagi sebuah sebuah kerajaan dunia yang damai, adil, dan sejahtera, aku sebagai manusia berharap ada cara lain yang tidak menghianati cita-cita kedamaianku. Ataukah memang ini harga sebuah kedamaian? Haruskah mimpiku membinasakan mimpi indah rakyat jelata.

Yang aku tahu dari setiap rasa sakit yang kami alami, membuat kami mengerti betapa berharganya kedamaian, setiap nyawa yang hilang membuat kami sadar bahwa cinta dan kebersamaan lebih berarti daripada emas dan perak, setiap sahabat lebih berharga dari saudara yang berkhianat.

Aku terus menghidupi mimpiku dan cita-citaku. Meski rasa bersalah terus merongrong, aku harus tegar demi rakyatku. Aku harus tegas. Aku harus bertindak segera agar korban tidak terus berjatuhan. Mimpiku harus jadi kenyataan, tidak boleh ada seorangpun yang menghentikan langkahku menggenggam asaku. Tapi cara yang berbeda harus dilakukan. Cukup orang tua yang kehilangan teruna-terunanya, cukup isak tangis terdengar dari penjuru negri. Damai harus ditegakkan tanpa damai itu sendiri dikorbankan.

Ini masa Persia yang cinta damai, membawa damai bagi dunia.





*Ini hanya sebuah cerita fiksi, yang meminjam sebuah koridor sejarah sebagai bingkai.

No comments:

Post a Comment