Saturday, March 31, 2012

Perburuan

Tidak ada seorangpun disekelilingku yang mengerti, tidak juga ada seorang pun memahami. Kedudukanku sebagai raja membuat orang-orang disekelilingku tidak memandang mukaku, mereka menunduk saat menghadapku. Bahkan kekasihku, Ratu Wasti, melakukannya. Kedudukanku sebagai raja menjadi seperti pagar disekelilingku. Kedudukanku sebagai raja mengasingkanku dari manusia. Seringkali aku merasa sendiri dan kesepian. Sepertinya kedudukanku menjadi penjara bagi diriku sendiri.

Ditengah hiruk pikuk pesta yang aku buat, tidak jarang angin kesendirian membelai lembut benakku. Berdiri dihadapan rakyaktu yang mengelu-elukan namaku, kadang dalam hatiku aku bertanya apakah mereka sungguh mencintaiku sebagai raja. Atau setidaknya apakah mereka benar-benar peduli pada diriku sebagai seorang manusia.

Dalam peperangan aku telah melihat rakyat yang berbalik melawan penguasa. Mereka yang dulu mengagung-agungkan dan membanggakan pemimpin mereka, berbalik menghina dan mengijak-injak sang junjungan, seakan junjungan mereka ini tidak pernah punya arti penting dalam hidup rakyatnya. Betapa mudahnya hati berbalik dari cinta menjadi benci.  Begitu mengerikannya hati manusia itu.

Kesepian dan kesendirian semakin sering aku rasa kini. meski ketika aku sedang berada ditengah keramaian pesta, dalam kepungan tawa, aku merasa sendiri. Kini sering aku minta beberapa pengawal menjaga dalam bilik raja ketika aku terlelap. Bilik raja yang bersalut emas dan berhiaskan keagungan tidak bisa menyirnakan kesepianku dan kesendirianku. Hatiku tetap kehilangan sesuatu.

Di ujung sepiku, aku lari dan pergi dari semua hiruk pikuk dan gemerlap istana, aku pergi meninggalkan istana. Tanpa pengawal, tanpa seorang pun tahu kepergianku. Kekosongan dalam hidupku menuntut jawaban. Aku melangkahkan kakiku meyusuri lorong demi lorong kota, berselubung kain kumal yang bisa aku temukan, demi sebuah jawaban.

Sebuah persimpangan dalam pencarianku membawa ke sebuah kerumunan pasar. Orang-orang sibuk sedang melakukan jual-beli. Hiruk pikuknya tidak kalah dengan semarak pesta yang aku buat. Mungkin aku akan menemukan yang terhilang dari hatiku disini, pikirku.

Dan aku mencari. Hingga tangis seoarang bocah kumal menangkap pandangan mataku. Ada persamaan antara aku dan dia. Kami sama-sama tersesat.

Ia menangis cukup keras, namun entah mengapa tak ada yang mencari setidaknya peduli. Sepertinya semua sibuk dengan pekerjaan mereka dan tenggelam dalam kepentingan mereka sendiri. Ia tak berhenti menangis bahkan ketika ada yang datang menghampirinya memberikan sebuah apel besalut madu. Kemanisan itu tak dapat menyirnakan tangisnya. Sorang yang lain datang mencoba menenangkan dengan mengajaknya bermain. Namun si bocah beringsutpun tidak. Tangisnya makin menjadi.

Ditengah kerumunan orang yang sibuk dengan urusannya sendiri, tiba-tiba seorang ibu menyeruak dan segera mendekap si bocah. Aku bisa melihat bahwa si bocah telah menemukan jawaban dalam pencariannya. Disela tangisnya, nampak ketakutannya telah sirna. Sesekali terlihat isak tangis namun ada senyum kecil yang dia torehkan.

Akankah aku menemukan jawaban seperti bocah itu?

Rasa sepiku tidak dapat terpuaskan oleh harta, tak juga oleh pesta. Senandung biduan istanapun tidak memberi jawab.

Aku duduk termenung. Mataku memandang jauh ke tanah, hingga diriku terasa mengecil, dan riuh pasar seperti menjauh. Tiba-tiba aku tersentak karena seseorang menepuk pundakku. Aku terjaga dari lamunanku. Dan aku tersadar seorang bapak tua berdiri dihadapanku dan menatapku. Aku kiKuk. Tak terbiasa.

"Apakah kau baik-baik saja anak muda" sahut bapak tua itu.

Tertegun sejenak, aku segera lari. Aku tidak mengerti kenapa aku melarikan diri. Aku yang adalah seorang pahlawan perang kabur dari seorang bapak tua renta yang bertanya kabarku. Hatiku berdebar, entah takut atau gembira. Namun dalam pelarianku aku masih ingat wajah sang bapak tua. Ia yang telah menatapku lembut dan perkataan beliau mengetuk hatiku, dan hatiku sebagai manusia kembali berdetak. Aku merasa hidup kembali.

Berbalut kesederhanaan aku menemukan jawaban. Aku masih manusia dan aku butuh kasih, bukan kasih palsu yang mengasihi karena harta, bukan pula kasih karena kedudukan atapun cinta gila pada wanita-wanita di lorong-lorong gelap. Namun cinta yang menjadikanku manusian seutuhnya.

No comments:

Post a Comment